Kamu adalah apa yang aku tulis , tapi aku adalah yang selalu luput kamu baca

Toad Jumping Up and Down

Selasa, 17 Juni 2014

Kidung Cantik Untuk Sang Pendidik




Selamat senja duhai pendidik dengan senyum fantastik
Selamat menikmati secangkir kopi bersama suasana yang kian sepi
Selamat menyantap potongan – potongan kue salju nan lucu
Malam ini sebut saja aku pengganggu
Pengganggu segala aktifitas malam mu
Pengganggu yang datang tak tau waktu
Duhai bapak ibu yang berilmu...
Jika engkau mau, baca saja rangkaian puisi ditulisan usangku
Isinya lebih dari sekedar cinta
Tapi aku janji tak akan membuat bulir airmatamu jatuh karena tabiatku
Jadi tak perlu engkau siapkan tissue
Tetaplah duduk manis disudut sofa bercorak bunga kamboja
Sembari menyaksikan aku yang bermain dipusara aksara – aksara
Aku tidak bermaksud mengguruimu
Dahulu... dibangku itu...
Engkau menahkodaiku berlayar mangarungi lautan ilmu
Berdayung pena
Bersampan buku
Hingga menepilah aku dilabukan pertamaku
Meninggalkanmu didermaga bersama sejinjing kenangan penuh warna
Berat langkahku teriring airmata yang enggan kering
Memasuki gerbang baru bertajuk perjuangan
Pada perpisahan kala itu, ada semburat senyum bahagia yang tersirat
Juga disertai tangis kehilangan yang melengking
Duhai bapak ibu penegak tiang – tiang bangsa...
Lihatlah aku...
Lihatlah aku yang telah mencoba memaknai janji – janji bakti
Tentang arti perjuangan juga balas budi
Barangkali tak sesuai harapmu
Tapi inilah mampuku...
Mengungkap seuntai haturan terimakasihku lewat kata yang semu
Wahai bapak serta ibu guru...
Terimakasih untuk lilin yang kau nyalakan diruang gelap fikiranku
Terangnya membuat aku jadi tau kemana langkahku pergi dan dimana harusku kembali
Terimakasih untuk segenap sambut lembutmu
Karenanya kudapati ada hangat yang menjalari rangkaian mimpi
Terimakasih untuk seluruh munajat do’a yang engkau panjat diusai sujud sholatmu
Duhai pejuang pemupuk tunas – tunas baru...
Terimakasih telah mengenalkanku pada huruf – huruf unik yang kini menjadi teman untukku ketik
Terimakasih telah mengajariku bagaimana cara menyebut a i u e o dilidah cadelku
Karenanya aku jadi mampu menulis syair manis ini untukmu
Kulihat ada garis lengkung terbuka keatas diraut wajahmu
Mengapa?
Terbuktikan? Aku tidak nakal !
Bapak ibu guru penebar semangat dipenjuru nadi...
Jarum jam terus berputar kekanan dan ini sudah larut
Sepertinya matamu semakin sayu menahan kantuk yang datang merasuk
Tubuhmu mulai layu setelah seharian mengemban kewajiban
Beranjaklah dari sofa empuk itu duhai bapak ibu...
Sandarkan sejenak segala letih dan beban yang menggunung dipundakmu
Aku sudahi saja bincang ringan diantara kita
Antara pendidik dan anak didiknya
Terimakasih atas jamuan pengetahuan yang begitu mengeyangkan
Terimakasih untuk racikan kesabaran yang kau berikan sebagai bingkisan
Aku janji akan mematrinya diliang – liang ingatan
Lantas kupertaruhkan pada kerasnya hidup yang tak berkesudahan
Dekap hangat dariku...
Sehangat sampul yang membaluti buku




Balada Dua Permata




Siang ini kembali kutapakkan jemariku dihamparan tuts – tuts huruf yang berjajar rapi
Fikiranku menerawang lepas menembus batas
Pada bentangan kertas putih kutuangkan kata bernada syair kehidupan
Tentang janji – janji bakti yang kulayangkan teruntuk dua permata hati

Ayah... Ibu... Aku ingin bicara
Mengurai kata menoreh cerita
Malam tadi telah ku khusukkan do’aku diatas sajadah berwarna biru
Derai airmata tumpah ruah mengiringi segala pengharapanku

Ayah...
Aku tau engkau begitu lelah
Menyusuri jalanan, terpanggang gugusan matahari yang maha panas
Luruh bersama debu yang memekati kulit hitammu

Ayah...
Pada guratan diatas garis lengkung matamu kutemui ratusan gelembung – gelembung perjuangan
Basah, pecah, mengalir mengikuti detak nadi
Luruh hingga ujung jemari

Ayah...
Evolusi rambutmu bak ungkapan yang tak bersuara
Membungkam tajam getir yang menghujam
Akan sajak hidup beberapa waktu silam

Memahat kisah bersama ibunda
Ibuku... Pelita hatiku...
Lembut lakumu membuai rindu
Mendendangankan alunan detak jantungmu

Ibuku... Pejuang hidup dan matiku
Pada bening matamu kudapati cahaya berpendar rapi
Menyinari segala penjuru hati
Terang benderang menyibak malam yang sepi

Kudengar ada tangis yang menggema
Membahana memenuhi sudut ruang sederhana
Disana...
Namaku fasih dilafalnya

Ayah dan ibuku... Peneduh segala risauku
Kini usiaku menginjak dewasa
Dan sudah kupaparkan segala mimpiku
Mimpi untuk kalian dua permata hatiku

Jika esok aku telah benar – benar tumbuh menjadi dewasa
Akan ku kuatkan diri untuk berpijak
Agar kalian dapat sejenak lepas dari gunungan beban
Bernafas lega dalam atmosfir

Ayah... Ibu...
Bumi akan terus berputar
Aku akan bangkit dalam semangat yang berkobar
Tegar setegar batu karang

Ayah... Ibu...
Duduklah dirumah
Menikmati secangkir kopi khas buatanku
Umpamakan diri kalian sebagai pasangan baru

Pada bait terakhir disyair usangku
Kuhaturkan sejuta kata terimakasih
Terimakasih atas hantaran menuju lembah tinggi bernama kedamaian
Terimakasih untuk pahit getir yang kalian tempuh untukku


Sedari dulu... Kini hingga nanti...